• Beranda
  • Opini
  • Jadi Anak Dkv
  • Loker Desain
  • Materi Kuliah
    • Materi Kuliah Agama
    • Materi Kuliah DKV
behance facebook twitter instagram pinterest Email

mbakfah


                                            Mascot Kota Singaraja - Buleleng Bali



     Tugu ini di bangun untuk mengenang keperkasaan “KI GUSTI NGURAH PANJI SAKTI” beliau lah seorang penguasa wilayah utara pulau dewata bali di tahun 1660an.yang berhasil membangun wilayah tersebut menjadi maju dan di segani.Patung singa ambara raja di lambangkan singa bersayap yg mencengkram buah jagung gembal, itu melambangkan kekuatan,kesatria,kekuasaan pemimpin bali utara yg gagah berani.

      Patung ini tepat berada di tengah kota singaraja yaitu di pertigaan depan kantor bupati buleleng saat ini.Patung ini di tunjang oleh tugu yg berbentuk bunga teratai berkelopak 9 yg menandakan kabupaten buleleng terdiri dari 9 kecamatan.Bulu~bulu panjang di kedua sisi sayap berjumlah 30 helai. Itu melambangkan tgl lahirnya “KOTA SINGARAJA” bulu ~ bulu itu tumbuh dari 3 buah tulang sayapnya yang melambangkan BULAN lahirnya “KOTA SINGARAJA, sedangkan bulu halus yg menutupi seluruh tubuh singa berjumlah 1604 itu melambangkan tahun lahirnya “KOTA SINGARAJA”

           PATUNG atau tugu Singa Ambara Raja, landmark Kota Singaraja, yang berdiri tepat di depan Kantor Bupati Buleleng, bukanlah patung yang telah ada semenjak zaman kerajaan. Patung ini baru diresmikan hari Minggu, 5 September 1971.
Patung ini berwujud binatang mitologi singa bersayap. Posisinya di ujung atas jalan protokol kota di pantai utara Bali ini, menghadap arah pantai Utara Buleleng, membuat Singa terbang ini siap-siap melayang.

        Menurut saksi-saksi sejarah, peresmian ditandai dengan upacara mlaspas, pada bulan terang ke tiga (purnamaning sasih katiga) di tahun itu.
Bermula dari inisiatif Hartawan Mataram, Bupati Buleleng kala itu, pada tanggal 16 Pebruari 1968 membentuk panitia untuk mengali dan meneliti sejarah lahirnya Kota Singaraja. Salah satu hasil kajian itu salah satunya direkomendasikan dan dijabarkan dalam rencana pembuatan monumen yang sekaligus menjadi sebagai lambang Kabupaten Buleleng yang ketika itu belum memiliki lambang secara resmi.

      Patung ini bukan hanya mencerminkan semangat Buleleng, patung Singa Ambara Raja menyerap dan mencerminkan jiwa nasionalis warga Buleleng, dalam bentuk yupa berbentuk segi lima melambangkan falsafah negara Pancasila, singa bersayap dengan tujuh belas helai melambangkan tanggal proklamasi, jagung gembal delapan helai melambangkan bulan yang ke-8 atau Agustus, serta butir-butir jagung gembal berjumlah empat puluh lima butir melambangkan tahun proklamasi 45. Secara keseluruhan diartikan Singa Ambara Raja mencerminkan jiwa proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila.

      Sementara singa bersayap sebagai lambang daerah kabupaten Buleleng yang terbentang dari timur ke barat. Buleleng dikisahkan sebagai nama lain dari jagung gembal yang dipegang tangan-tangan singa sebagai lambang nama daerah yakni Buleleng.

     Motto Singa Ambara Raja melambangkan kelincahan dan semangat kepahlawanan rakyat Buleleng. Sembilan helai kelopak bunga teratai melambangkan 9 kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng. Tiga ekor gajah mina melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan kepandaian masyarakat Buleleng. Tiga buah permata yang memancar berkilau melambankan kewaspadaan dan kesiapsiagaan rakyat Buleleng.

     Sedangkan jumlah bulu sayap yang besar dan kecil tiga puluh helai yaitu sayap jajaran pertama berjumlah lima helai, sayap jajaran kedua berjumlah 7 helai, sayap jajaran ktiga berjumlah 8 helai, serta sayap keempat berjumlah sepuluh helai melambangkan tanggal lahirnya kota Singaraja. Tiga buah tulang pemegang bulu sayap melambangkan bulan yang ketiga atau Maret yaitu bulan lahirnya kota Singaraja. Rambut, bulu gembal, dan bulu ekor singa yang panjang jumlahnya 1.604 helai, melambangkan tahun lahirnya (kerajaan) Buleleng cikal bakal Kota Singaraja.
Pada pertengahan tahun 1971, sekitar tiga tahun semenjak proses awal, patung Singa Ambara Raja telah rampung sehingga tepat Hari Minggu, 5 September 1971, Monumen Singa Ambara Raja diplaspas dan diresmikan oleh Bupati Buleleng Hartawan Mataram kala itu dan sampai kini berdiri sebagai maskot kota dan kabupaten Buleleng. (T)


Jadi dapat di simpulkan kota singaraja lahir pada 30 maret 1604, dan tugu ini di resmikan pada 30 maret 1971. Sebagai maskot “KOTA SINGARAJA.



sumber :
https://lintasdewata88.wordpress.com/2016/03/19/72/
http://www.tatkala.co/2017/04/18/selintas-sejarah-berdirinya-patung-singa-ambara-raja-maskot-kota-singaraja/
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Monumen Perjuangan Tri Yudha Sakti - Sukasada, Buleleng- Bali



      Monumen Perjuangan Tri Yuda Sakti atau yang lebih dikenal dengan Tugu Tiga berlokasi di Banjar Bantangbanua wilayah kecamatan Sukasada  tak jauh dari kota Singaraja. Tepatnya di depan Polsek Sukasada. Saat memasuki areal monument pengunjung akan disuguihkan dengan suasanan yang tenang dengan beberapa kolam serta wantilan yang ada. Selain itu juga dilengkapi dengan tempat persembhyangan berupa padmasana, diorama perjuangan rakyat Buleleng menentang penjajahan dari kepemimpinan Anglurah Ki Barak Panjui Sakti, diorama perang jagaraga, diorama perang banja, nama-nama para pejuang dari perwakilan MBS Bali, Staf MB DPRI Bagian Timur atau Suka, Tengah atau Ayodyapura dan barat atau Kusuma Yudha. Terdapat 2 buah wantilan diatas telaga, tempat penambatan Buaya, dua sangkarburung dan terdapat pula kolam pemancingan.


      Untuk menuju bangunan utama yang brupa tiga patung yang berdiri kokoh pengunjung harus melewati beberapa anak tangga. Pengunjung dapat menikmati pemandangan dari areal bangunan utama. Selain itu pengunjung juga dapat mengabadikan momen dengan berfoto dengan berlatar tiga patung pahlawan yang dibangun diatas lahan seluas 2 ha lebih.


         Seoarng mantan pejuang Wayan Suanda menceritakan, untuk mengenang perjuangan para pahlawan maka muncullah ide untuk membangun sebuah monument dengan mempertimbangkan pahlawan yang mana yang akan dijadikan ikon dalam monument itu. Maka dipilihlah 3 orang pahlawan yakni I Gusti Putu Wisnu, Mayor Nengah Metra dan Kapten I Gede Muka Pandan.

        Wayan Suanda menuturkan, setelah dibangun pada tanggal 24 Desember 1997 diberilah nama Tri Yuda Sakti. Sebelum dibangun, para tokoh mengadakan seminar untuk mebahas nama monument perjuangan yang dibangun di wilayah Sukasada tersebut. Dalam seminar yang dilaksanakan 24 februari 1997 yang mengambil tempat di Gedung Wanita Laksmi Graha kala itu, Ketut Wirata Sindu yang saat itu menjabat sebagai Bupati Buleleng meyodorkan nama Tri Yudha Sakti. Tri artinya tiga, Yudha berarti perjuangan dan Sakti berarti kuat. Dari nama tersbut diartikan tiga orang pejuang yang kuat. Namun dari para peserta seminar ada yang mengusulkan nama TRI WIRA DHARMA. Akan tetapi yang disepakati adalah nama yang diusulkan Bupati Buleleng Ketut Wirata Sindu.

     Kawasan Monument Perjuangan Tri Yudha Sakti selain sebagai kawasan bersjarah, juga berpotensi sebagai tempat berwisata bagi masyarakat Buleleng maupun luar Buleleng. Ada banyak manfaat yang ditemui apabila berkunjung ke Tugu Tiga. Pengunjung dapat mengetahui gambaran kasar sekilas perjuangan para pahlawan dalam membela tanah Buleleng. Seperti dihrapkan Mantan Pejuang Wayan Suanda.

      Mantan Pejuang Wayan Suanda mengakui pengunjung yang datang ke Monumen Tri Yudha Sakti hanya sekedar berekreasi dan berfoto tanpa mengetahui cerita dibalik berdirinya patung tersebut. Suanda menganjurkan agar disediakan tour gaide atu pemandu wisata yang benar-benar mengetahui sejarah tugu tiga.

     Mantan Pejuang Wayan Suanda berharap perjuangan para pahlawan terdahulu dapat dilanjutkan dengan memperjuangkan hak-hak dan kewajiban melalui pahlawan-pahlawan yang kini telah mampu mengharumkan Buleleng hingga ke kancah internasional.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jas-jasa para pahlawannya. Sebagai genarasi muda, mari lanjutkan perjuangan melalui prestasi. Prestasi Untukmu Singarajaku :)
 selamata ulang tahun kota singarajaku yang ke 414 Tahun 

Sumber informasi Teks : 

http://dianmurdika.blogspot.co.id/2016/04/monumen-perjuangan-tri-yuda-sakti.html

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

                                         

Pendekatan Bahasa Seni (Materi 6)

1. Pendekatan Antropologi (Ilmu Manusia) yang mengatakan bahwa Seni merupakan Penanda keberadaan Manusia
2. Pendekatan Sosiologi (Ilmu Sosial) mengatakan bahwa Seni berpengaruh secara faktor Sosial, karena seperti yang di ketahui bahwa, manusia merupakan makhluk Sosial. Yang tidak bisa hidup sendiri
3. Pendekatan Psikologi Seni adalah Prilaku manusia atau Sikap Manusia
4. Pendekatan Ekonomi contohnya Industri Kreatif
5. Pendekatan Teknologi. Seni selalu mendahului Teknologi.




Pendekatan Bahasan Seni Rupa
Pendekatan Antropologi
Yang diartikan sebagai Ilmu Manusia, antropolog mengatakan bahwa seni adalah sebagai penanda Zaman, para Antropolog tidak pernah memilah bahasan seni rupa berdasarkan kelompok utama remeh atau kelompok murni tetap,karena menurut antrolog Kegiatan seni adalah bagian dari kegiatan Manusia. Bahasan para antrolog tentang arts,seni,seni rupa ini terutama lebih memperhatikan bentuk, tekhnik pembuatan, motif hias,dan Gaya atau Style (Menurut Koenjraningrat 1990:380)
Adapun buku yang lebih khusus menjabarkan tentang seni rupa dengan pendekatan antrolog adalah buku dengan judul The Anthropology of Art, yang di susun oleh Robert Layton tahun 1981, didalam buku ini terdapat bahasan pembicaraan seni Primitif yang langka di singgung oleh “ Senirupawan” apalagi menyinggung tentang Seni Primitif bangsa bangsa Eropa dengan bahasan yang cukup mendalam. Ada Seni Primitif dari Indonesia yang juga di bahas dalam buku ini yaitu Seni Asmat. Adapun benda benda seni rupa yang bahas oleh Layton adalah Lukisan di Gua, rumah,palet,patung, ukiran mini,topeng, piagam, keranjang, hiasan tubuh, hiasan kepala,jimat,kotak minuman,kapak,terompet,dan bejana.
Ada satu buku seni rupa indonesia yang disusun oleh Frits A. Wagner yang berjudul Indonesian the Arts Of Island Group tahun 1959, buku ini mencangkup bahasan seni rupa Indonesia dengan Latar Belakang Pendekatan Sejarah,Sosiologi,dan Agama,

Setiap Negara memiliki ciri Akuan tentang Seni (Rupa)  meminjam istilah pengelompokan Seni Rupa Barat, hal tersebut sangat erat kaitannya dengan Latar Belakang sistem Nilai dan kaidah Budaya yang berlaku pada suatu negara. Bangsa indonesia masih perlu belajar untuk bersikap adil , bijak dan demokratis dalam menanggapi hasil olah pikir, rasa dan kesadaran lingkungan masyarakat indonesia sendiri. Adanya pemisahan antar pekota- pedesa, terpelajar – tak terpelajar, seniman – perajin,yang tujuannya membedakan penghargaan terhadap pekarya seni rupa, tidak menampakkan sila Persatuan Indonesia padahal yang membangun Negara Indonesia bukan hanya Pekota, atau orang terpelajar saja melainkan banyak para pelaku “seni remeh “ atau orang kecil yang tidak kalah peranan nya menegakkan tiang Ekonomi Negara!.
Seperti apakah perhatian pemerintah Indonesia terhadap benda benda karya hasil Masyarakat kita ? ketika Karya Batik dan Reog Ponorogo, atau lagu Rasa Sayange, kemudian Tari Pendet di Klaim oleh negara Lain, contohnya Malaysia , tidak ada pergerakan besar yang di lakukan oleh pemerintah untuk sekadar menanggapi keresahan Masyarakat Seni Indonesia. Hingga saat ini pun pemerintah belum menempatkan Pelajaran Seni sebagai Pelajaran Penting dalam sistem pendidikan Indonesia padahal kegiatan seni adalah kegiatan atau aktivitas Masyarakat Indonesia Sehari hari bahkan hasilnya sudah di menjadi Ekspor andalan negara ketika Minyak Gas tidak lagi menjanjikan pemasukan Devisa untuk Negara.

Seni dengan Pendekatan Sosiologi
Bouman, menunjukkan bahwa para sosiolog menunjukkan perhatian dalam bahasan Seni yakni mengenai
1. Sampai Seberapa Jauhkah Ciptaan Seniman menunjukkan Pengaruh terhadap Sosial ?
2. Gema Sosial Ciptaan Seni
3. kedudukan Seniman dalam Masyarakat
4. Bagaimana Masyarakat danpat menghargai, menyebarkan, mengumpulkan hasil hasil Seni.
Sosiologi Kesenian dapat memberi gambaran tentang keadaan keadaan yang menyuburkan tumbuhnya beberapa pernyataan seni tertentu, akan tetapi tidak pernah menerangkan bagaimana terjadinya bentuk bentuk Seni. Ia harus membatasi diri pada penyelidikan kesenian sebagai Eksponen kesatuan jiwa kelompok, dengan tidak ada hak untuk ingin mengetahui hingga proses psikologi yang terjadi pada tiap Seniman. ( Meskipun mewakili pemikiran Kelompok). Gaya, aliran atau isme tidak menjadi bagian dalam kajian Sosiologi Seni. Karena itu semua sudah menjadi bagian kajian sejarah Kesenian. Adapun yang di kaji oleh pendekatan Sosiologi adalah Latar belakang keadaan masyarakat sebagai lingkungan Seniman berada, yang mempengaruhi kelahiran suatu Gaya.

Seni dengan Pendekatan Psikologi
Di dalam pendekatan Psikologi kajian Seni yang di bahas cenderung berupa kajian estetis yang di kaitkan dengan perilaku dan pengalaman manusia dalam pengolahan , penikmatan ataupun pengaruh seni. Para psikologi mengenal 2 bentuk pendekatan Psikologi yakni pendekatan Gestaltsim( The Psychologhy of Vision, Psikologi Serapan ) dan Psikologi Analitik ( lebih membahas tentang Seni Modern)
Menurut Gustav Jung ada beberapa Konsep Sikap yang dirumuskan, diantaranya
1. Konsep Arketif (Archetype) yaini konsep Universality atau konsep Keduniaan manusia    
    Dalam pengalaman nyata dan Imajinasi. Ia juga menggambarkan istillah arketif ini
    Sebagai gambaran Rohanian dari dorongan- dorongan naluri jasmaniah atau Raga.
2. Konsep Ego dan Self, Ego lebih kepada identitas, batas dan Kemampuan seorang.
   Adapun Self  lebih kepada rasa tanggung jawab terhadap pengalaman simbol – simbol   
   yang utama, perasaan dan kesadaran,

3. Konsep Individuation, yaitu kemampuan memadukan sejumlah aspek proses kesadaran ,
    Ketidaksadaraan dan hayalan yang membimbing seseorang kepada kesadaran di luar  
   Ego( kesadaran transendental) yang bukan hanya sekadar pengalaman keunikan individu



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar




Dalam Antropologi istillah kebudayaan bermakna “ keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan sebagai milik diri manusia dengan belajar “ (koenjaraningrat)
Unsur kebudayaan yang pertama adalah ide, gagasan,norma,peraturan dan nilai. Sifatnya Abstrak, Mujarab, karena berada dalam alam pikiran warga masyarakat.
Honigman menyebut unsur pertama sebagai Kebudayaan Ideal, sedangkan Koentjaraningrat menyebutnya sebagai Adat. Kebudayaan Ideal atau adat ini merupakan  suatu kesatuan yang utuh yang membentuk. Unsur kedua yakni adalah serangkaian kegiatan manusia dalam persitindakannya (interaksi) dengan manusia lain. Kompleks kegiatan ini berpola pada unsur pertama, sistem gagasan. Sehingga dari kedua unsur tadi terbentuklah sistem sosial yang bentuknya Nyata, dapat di serap, diamati serta dapat di dokumentasi. Kemudia  Unsur ketiga  dapat dikatakan mempunyai wujud kenampakan lebih nyata, kasat mata yaitu semua hasil kegiatan manusia berupa benda hasil karya manusia. Hal ini merupakan unsur kebudayaan yang nyata, biasa di sebut sebagai kebudayaan Fisik. Seni rupa merupakan hasil dari kebudayaan sehingga semua hasil kegiatan bidang seni rupa mempunyai tampilan rupa yang kasat mata kebudayaan fisik, sebagai hasil kompleks kegiatan, tetap terkait dengan sistem gagasan. Sistem gagasanlah yang yang mendasari semua kegiatan dan hasil kegiatan manusia.

Kesenian, sebagai bagian kecil dari pohon budaya, yakni seperti cabang kebudayaan lainnya, bersama sama memberikan pengaruh kepada rimbunnya “ Pohon budaya pada situasi tertentu dan pada lokasi tententu, kesenian seolah olah menjadi ujung tombak nilai budaya masyarakat: Nilai Suatu Bangsa.
Budaya tradisi yang terkait dengan kondisi lingkungan suatu tempat, kini cenderung kurang mendapat perhatian sehingga ketika seseorang mengolah budaya: kesenian,teknologi pembangunan, kerap kali hasil olahannya tidak sejalan dengan keberadaaan masyarakat pendukungnya. Sehingga hasilnya menggambarkan ada nya ketidakcocokan, keterserabutan dengan apa yang sudah di miliki oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah lingkungan pasar, pasar senggol, lahan kehidupan masyarakat.

Etnomatika atau Matematika Tradisional adalah pembelajaran matematika yang di kembangkan pada awal kemedekaan untuk membentuk karakter bangsa indonesia setelah berakhirnya masa kolonialisme oleh penjajah di indonesia. Pembelajaran ini di  kembangkan berdasarkan teori behaviouristik yang lebih menekankan kepada tingkah laku belajar melalui pembiasaan diri yang terjadi melalui latihan dan pengulangan sehingga menjadi kebiasaan atau habits.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Seni adalah bagian dari Kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia,
Dalam sejarah seni rupa, tercatat bahwa ketika pekerjaan pekerjaan kesenikriyaan telah merambat ke dunnia fabrikasi, pelaku seni rupa, secara teori semakin kuat dipilah dalam kotak seni murni ( Pure Art ) dan seni terap ( applied art). Pelaku seni menganggap dirinya sebagai artist( “ seniman “) merasa berbeda dengan pelaku seni terap yang biasanya di sebut sebagai perajin, craftsman atau artisan.  Seniman mengaku dirinya terdiri dari orang orang akademisi , orang orang Kota penguasa teori Seni Rupa. Merekalah kemudian Secara Teori memilah – milah pelaku seni rupa kedalam klasifikasi klasifikasi yakni antara Seniman dan Bukan Seniman.

Senirupawan zaman dahulu, Michael Angelo dulu Secara lengkap menggarap rancang bangun benda beda teknologi yang di samping mengolah media lukisan. Ia pernah merancang bangun pesawat piring terbang, Tank, Sepatu Air. Namun senirupawan saat inilah yanng kerap kali memisahkan antara Seni dan Teknologi, adapun akibat nyatanya pernah di rasakan oleh masyarakat Uni Soviet,yang dimana ketika semuar barang teknologi buatan mereka sangat kering dari sentuhan Seni sehingga banyak memberi pengaruh yang kurang baik kepada para pemakainya ( Konsumen)

Penghargaan terhadap pelaku seni terlebih kepada praktisi kegiatan seni belum tampak, Pemerintah dalam kebijakan kebijakannya belum menampakkan Apresiasi begitu pula terjadi dengan Masyarakat Indonesia, sekalipun praktisi tersebut telah membawa nama Indonesia kerancah Internasional Sekalipun. Sangat berbeda dengan  ketika seorang Olahragawan yang berhasil menjurarai kejuaraan Dunia atau pemain Sepak bola yang berhasil memenangkan pertandingan Apresiasi pemerintah dan Masyarakat sangatlah tinggi, bahkan Sponsor pun tidak ragu untuk mendukungnya.
Bangsa kita selalu kurang menyadari betapa Rakyat Kecil telah begitu berusaha untuk ikutserta dalam mebangun negara tercinta ini, contohnya menyiapkan segala hal yang menjadi keperluang orang Kota, 
Di Ubud, Gianyar para pengrajin yang kini telah mengenal hubungan dagang Internasional lewat jaring Telephone dan Sosial Media, mereka memproduksi barang Kriya karena dirasa lebih menguntungkan secara materi dibandingkan mereka menanam Padi, mereka menjual hasil produk kepada Bule Pemesan yang memiliki Modal. Sekalipun demikian para PeKriya Bali telah menunjukkan hal lebih diantara masyarakat bali lainnya, keberhasilan tersebut memberi dampak langsung yakni kepada Pemasukan  Devisa Pemerintah Negara bukti Nyatanya di Tahun 1994 , sekitar 1,3 Triliun (22 %) PRDB Bali berasal dari Penjualan Benda Benda Kriya.
Hasil Penelitian Drs. Jajang dan Widyanan (2001) menunjukkan bahwa para Praktisi Seni Kriya maupun yang terlibat dalam aneka kegiatan Pasar Seni Kriya tidak Pernah menganggur. Sehingga melalui pembuktian yang lebih lengkap tentang keberadaan pelaku Kegiatan Seni Kriya dan segala bidang yang terkait perlu lebih di tonjolkan sebagai bahan pertimbangan perubahan sikap Pemerintah maupun Lembaga yang Terkait

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Ruang Lingkup Seni mencangkup

-          -Kebudayaan
-          -Ekonomi
-          -Tata Negara
-          -Kesenian yang Meliputi
-          -Pendidikan
-          -Kemasyarakatan
-          -Teknologi


Perbedaan oleh Kelas Sosial menumbuhkan Istillah Penamaan yang berbeda kepada Praktisi Seni.
Seperti : 

Pure Art (Seni Murni)
-          Seni Lukis, Seni Patung Yang Pembuatnya Sering Kali di katakan sebagai Seniman / artist

Applied Art ( Seni Terapan)
Dalam Dictionary of the arts (1951) di sebutkan bahwa Seni harus memiliki jalinan yang sangat erat dengan Penikmat , lingkungan Manusia, masyarakat yang sudi menerimanya,kecakapan keahlian  (the skill), kemahiran, cara(technique) atau kecerdikan (manipulation) yang tersusun dan dapat di sampaikan, serta membawa nilai Budaya, merupakan makna yang terkandung dalam pengertian Seni 

Secara umum, Orang banyak mengaitkan Seni dengan unsur rasa manusia semata, oleh karena itu, orang mendefinisikan kata seni sebagai “ Ungkapan Rasa”( Iskandar,1978) Tetapi Pada Kenyataannya, dalam berolah seni manusia tidak mengandalkan Rasa Semata, Nalar biasa di sandingkan berpasangan dengan Rasa. Contoh nyatanya adalah adalah ketika seorang Undagi( ahli Seni Bangun), (Juru Ringgit ( Ahli membuat Wayang Kulit), Juru Musik, Juru Tari dan Juru Sastra akan mengubah suatu Karya maka mereka harus mempertimbangkan hal hal tertentu yang berkaitan dengan nilai keindahan, fungsi, kesesuaian media, bahkan kesesuaian simbol. semua itu tidak bisa di bisa di selesaikan dengan dengan hanya oleh Rasa.
Selama ini kaum perempuan kerap di cap sebagai orang yang cenderung menggunakann rasa dalam memutuskan segala tindakannya. Sebaliknya kaum lelaki sebagai padang – imbangan selalu lebih dianggap lebih ber Nalar dalam segala tindakannnya. Menggacu kepada Anggapan – Anggapan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa wanita lebih perasa daripada laki laki sedangkan dalam olah seni “ lebih banyak menggunakan unsur Rasa dalam pengubahannya”, sehingga dapat kita persepsikan yang sangat ternalar yakni Pelaku seni, Seniman, artist , lebih banyak kaum Perempuan. Namun pada bertolak pada kenyataannya diman kaum laki laki lebih mendominasi dalam dunia seni terutama dalam Seni Rupa.
Seni Kriya, Seni Bangunan , Seni Reklame, mereka sering di katakan sebagai Pengrajin / Perajin Not Pengerajin
Namun jika kita telaah lebih lagi, kemudian kita menerjemahkan kedua sebutan maka
Akan di dapat kan
Seni + man adalah gabungan dari Seni dan Man (Orang) sehingga di dapatkan arti dari kata tersebut yakni Orang yang bergerak di bidang Kesenian
Lalu, bagaimanakan dengan Pengrajin atau Perajin ? apakah adalah seorang yang rajin ?
Bila di cari lawan katanya bila perajin adalah orang yang rajin, lalu bagaimanakah dengan Seniman ? apakah dikatakan sebagai Pemalas ?

Sumber : 
Buku Tinjauan Seni Drs. Jajang Suryana 
dan  dari beberapa referensi dari Internet dan Catatan Matakuliah. 

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Total Pageviews

About me

About Me

Assalamualaikum, perkenalkan saya Afifah biasa dipanggil mbakfah. seorang mahasiswi DKV semester 6. Salam kenal

Follow Us

  • behance
  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • google+
  • pinterest
  • youtube

Blog Archive

  • ►  2019 (5)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (1)
  • ▼  2018 (34)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  August (7)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (3)
    • ▼  March (6)
      • Explore Buleleng #2 Tugu Singa Ambara Raja
      • Explore Buleleng #1 Monumen Tri Yudha Sakti - Suka...
      • Pendekatan Bahasan Seni (Materi 6)
      • Etnomatika, Matematika Tradisional ( Materi 5)
      • Kritik Pemerintah soal Ekonomi Seni ? ( Resume Mat...
      • Perajin & Pemalas ? (Materi 3)
    • ►  February (9)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (5)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2016 (4)
    • ►  February (4)

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates