Nama : Afifah
Jurusan :D3 Desain
Komunikasi Visual/2016
Nim : 1602071008
Hadits shohih bukhari no. 1296
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُيُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam
bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau
Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?"[1]
عن أبي هريرة رضى الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع يه أو ولد صالح يدعو له
Maksud hadis :
Daripada Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu katanya,,
Rasulullah SAW telah bersabda : Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus
kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan
anak soleh yang berdoa kepadanya.'' (HR Muslim).
Ayat tentang menuntut Ilmu
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ
ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرُُ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبُ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ
اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk
mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)
مٍطَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap
orang Islam” (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi,
dari Anas bin Malik)
مَْن سَلَكَ طَرِْيقًا َيلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ
طَرِيْقًا ِإلىَ اْلجَنَّةِ (رواه مسلم
Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR Muslim)
مُجَالَسَةُ الْعُلَمَاءِ عِبَادَةٌ . (الديلمى )
“Duduk bersama para Ulama adalah ibadah.” (HR. Al-Dailami)
kiranya kita perlu merenungi pepatah China berikut :
Jika anda mempunyai rencana kehidupan satu tahun,
tanamlah padi;
jika anda mempunyai rencana kehidupan
sepuluh tahun, tanamlah pohon;
dan jika anda mempunyai rencana kehidupan sepanjang
hayat, maka belajar, belajar , dan belajarlah.
Tidak boleh memilih milih penyampai ilmu
Tanya : Ada sebagian orang yang yang mengatakan bahwa
kita tidak boleh memilih-milih guru atau ustadz dalam menuntut ilmu agama
karena (katanya) jika kita punya sikap memilih-milih menunjukkan bahwa kita
termasuk orang yang sombong. Namun sebagian lain mengatakan bahwa kita tidak
boleh sembarangan memilih guru/ustadz dalam hal itu. Bagaimana sebenarnya
kedudukan permasalahan ini ?
Jawab : Ilmu agama (ilmu syar’i) adalah adalah sarana
dalam memperoleh keselamatan dan kemenangan dunia - akhirat. Allah ta’ala telah
berfirman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
”Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan
cukuplah Allah sebagai saksi.” [QS. Al-Fath : 28].
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka" [QS. Al-Baqarah : 201].
Mengenai ayat di atas, Al-Hasan (w. 110 H) berkata :
”Yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah”. Beliau
menambahkan : ”Dan kebaikan akhirat – maksudnya adalah surga” [Jaami’
Bayaanil-’Ilmi wa Fadhlihi oleh Ibnu ’Abdil-Barr, hal. 36, Maktabah
Al-Misykah].
Disebabkan ilmu agama adalah ilmu yang sangat mulia,
maka ia tidaklah boleh dituntut kecuali dari orang-orang yang ikhlash,
terpercaya, lagi mempunyai pemahaman yang lurus. Allah telah memberikan contoh
yang sangat baik kepada kita akan hal tersebut, yaitu ketika Dia mengisahkan
pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir ’alaihimas-salaam :
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada
Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu
yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" [QS.
Al-Kahfi : 65-66]
Di sini Allah telah memerintahkan Nabi Musa untuk
menemui Nabi Khidir yang mempunyai keutamaan besar di sisi Allah. [1]
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah
dari siapakah kalian mengambil agama kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam
muqaddimah kitab Shahih-nya 1/7 Maktabah Sahab].
Dari perkataan di atas kita dapatkan petunjuk dari
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam serta para shahabat dan tabi’in (serta
ulama lain setelah mereka) agar kita mengambil ilmu dari orang yang alim, ’adil
(terpercaya dalam agamanya) dan istiqamah, serta melarang mengambil ilmu dari
orang-orang jahil dan fasiq. Al-Imam Malik bin Anas menambahkan : ”Ilmu
tidaklah diambil dari empat orang :
من سفيه معلن بالسفه وإن كان أروى الناس ولا تأخذ من كذاب يكذب في أحاديث الناس إذا جرب ذلك عليه وإن كان لا يتهم ان يكذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا منصاحب هوى يدعو الناس الى هواه ولا من شيخ له فضل وعبادة إذا كان لا يعرف ما يحدث
”(1) Orang yang bodoh yang menampakkan kebodohannya
meskipun ia banyak meriwayatkan dari manusia; (2) Pendusta yang ia berdusta
saat berbicara kepada manusia, meskipun ia tidak dituduh berdusta atas nama
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (dalam hadits); (3) Orang yang
menurutkan hawa nafsunya dan mendakwahkannya; dan (4) Orang yang mempunyai
keutamaan dan ahli ibadah, namun ia tidak tahu apa yang dikatakannya (yaitu
tidak faqih)” [Al-Kifaayah 1/77-78].
Tags :
Materi Kuliah Agama
0 komentar