Manusia sebagai makhluk ibadat (Materi 4)
Nama : Afifah
Jurusan :D3 Desain Komunikasi Visual/2016
Nim : 1602071008
Manusia sebagai makhluk Ibadah
Surat Al
Baqarah : 30
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah : 30)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)[1]
A.
Asal manusia
Ada yang
mengatakan manusia berasal dari kera yang berevolusi menjadi manusia, ada juga
yang mengatakan manusia hanya entitas fisis yang amat mekanis yang diciptakan
oleh neurofisiologis yang tunduk kepada hokum alam tampa adanya keterlibatan
tuhan. Ada juga pendapat lain bahwa manusia terdiri dari dua entitas, yakni
jasad dan ruh; jasad sebagai pancaran ruh, dan ruh yang menggerakan jasad.
Terlepas
dari beberapa pendapat diatas, benar atau salah, terbukti atau tidak, mari kita
lihat apa yang ada dalam al qur an. Manusia diciptakan dari beberapa unsure,
diantaranya air, debu, tanah liat, lumpur, tembikar, saripati tanah, dan tanah
bumi.
B.
Kejadian manusia
1.
Manusia terbuat dari air.
Dalam Al
qur-an Allah SWT berfirman :
وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ مِنَ ٱلۡمَآءِ بَشَرً۬ا فَجَعَلَهُ ۥ نَسَبً۬ا وَصِهۡرً۬اۗ وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرً۬ا
” Dan Dia
[pula] yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu [punya]
keturunan dan mushaharah, dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.”
2. Manusia
terbuat dari tanah debu
Qs Ali Imran
59 :
إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَۖ خَلَقَهُ ۥ مِن تُرَابٍ۬ ثُمَّ قَالَ لَهُ ۥ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya
misal [penciptaan] ’Isa di sisi Allah, adalah seperti [penciptaan] Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
"Jadilah" [seorang manusia], maka jadilah dia”
3. Manusia
terbuat dari Tanah liat
Qs
Ash-shaaffat 11 :
فَٱسۡتَفۡتِہِمۡ أَهُمۡ أَشَدُّ خَلۡقًا أَم مَّنۡ خَلَقۡنَآۚ إِنَّا خَلَقۡنَـٰهُم مِّن طِينٍ۬ لَّازِبِۭ
“Maka
tanyakanlah kepada mereka [musyrik Mekah]: "Apakah mereka yang lebih kokoh
kejadiannya ataukah apa [2] yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya
Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.”
4. Manusia
terbuat dari tanah lumpur
Qs Al Hijr
28 :
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةِ إِنِّى خَـٰلِقُۢ بَشَرً۬ا مِّن صَلۡصَـٰلٍ۬ مِّنۡ حَمَإٍ۬ مَّسۡنُونٍ۬
“Dan
[ingatlah], ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering [yang berasal] dari
lumpur hitam yang diberi bentuk.”
5. Manusia
terbuat dari tanah tembikar
Qs Ar Rahman
14 :
خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مِن صَلۡصَـٰلٍ۬ كَٱلۡفَخَّارِ
“Dia
menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”
6. Manusia
terbuat dari saripati tanah
Qs Al
Mu-minun 12 :
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ مِن سُلَـٰلَةٍ۬ مِّن طِينٍ۬
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati [berasal] dari
tanah.”
7. Manusia
terbuat dari tanah bumi
Qs An Najm
32 :
ٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَـٰٓٮِٕرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٲحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَۚ إِنَّ رَبَّكَ وَٲسِعُ ٱلۡمَغۡفِرَةِۚ هُوَ أَعۡلَمُ بِكُمۡ إِذۡ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَإِذۡ أَنتُمۡ أَجِنَّةٌ۬ فِى بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡۖ فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ
“[Yaitu]
orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dan Dia
lebih mengetahui [tentang keadaan]mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan
ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
8.
Proses Kejadian Manusia dari fase ke fase
Qs Al Mu
minun 12-16 :
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ مِن سُلَـٰلَةٍ۬ مِّن طِينٍ۬ ثُمَّ جَعَلۡنَـٰهُ نُطۡفَةً۬ فِى قَرَارٍ۬ مَّكِينٍ۬ ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةً۬ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ مُضۡغَةً۬ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَـٰمً۬ا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَـٰمَ لَحۡمً۬ا ثُمَّ أَنشَأۡنَـٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚفَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَـٰلِقِينَ ثُمَّ إِنَّكُم بَعۡدَ ذَٲلِكَ لَمَيِّتُونَ ثُمَّ إِنَّكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ تُبۡعَثُونَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati [berasal] dari
tanah. (12) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani [yang disimpan] dalam
tempat yang kokoh [rahim]. (13) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang [berbentuk] lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (14) Kemudian, sesudah itu,
sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. (15) Kemudian, sesungguhnya
kamu sekalian akan dibangkitkan [dari kuburmu] di hari kiamat. (16)”
Terdapat
dapat qur-an surah adzariyat ayat 56
“
manusia dan jin diciptakan oleh Allah tidak lain untuk beribadah kepada
Allah “
Manusia pada
awal penciptaannya sudah di perdebatkan oleh malaikat dan Allah sebagaimana
yang terkandung dalam surat Al baqarah ayat 30-31
Yakni dimana
malaikat mempertanyakan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang pada
dasarnya manusia mempunyai sifat suka merusak
Manusia
diberikan pilihan oleh Allah untuk memilih hal yang baik (takwa )
atau hal yang buruk (Keburukan)
Sebenarnya
rahmat berupa nikmat allah itu tak terhitung sebagai mana dalam sebuah
“ jika kamu
hendak menghitung nikmat Allah maka itu tidak akan bias di hitung “
Ibadah
Nardha adalah ibadah dalam konten islam
Yakni
semua kegiatan manusia yang diawali dengan menyebut basmallah (bismillah)
balasan
Allah kepada manusia yang mempunyai niat berbuat baik dihitung 1 balasan
namun
apabila manusia berniat berbuat jahat namun tidak jadi dilakukan maka Allah
menghapus kembali dosa dari niat jahat tersebut
shalat
ibarat angka 1 dan ibadah lainnya ibarat Angka 0 yakni dimana Shalat
mempunyai peran yang sangat penting di banding dengan ibadah ibadah lain.
Contoh apabila kita shalat, kemudian bersedekah. Maka akan menjadi 10
yakni angka 1 dari kita melakukan shalat dan angka 0 dari kita bersedekah.
Namun apabila kita mengerjakah ibadah lain dengan khusyuk namun kita
meninggalkan 1 shalat saja maka penjumlahannya akan menjadi angka 00 yakni
tidak shalat menjadi 0 dan ibadah lain juga 0.
Shalat
ibarat kereta atau lokomotif yang membawa kebaikan kebaikan lainnya
Sebuah
cerita tentang orang yang shalat namun rugi karena suka mencela
Mengenai
adab bertetangga
Kedudukan
Tetangga Bagi Seorang Muslim
Hak dan
kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai
sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya”
(HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Bahkan besar
dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril
senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu
akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam hadits ini
Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak
memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa
akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini
menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)
Anjuran
Berbuat Baik Kepada Tetangga
Karena
demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Islam pun
memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya) :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَايُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan
kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa:
36)
Syaikh
Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat
tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat
hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan
sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak
memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di,
1/177)
Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
“Sahabat
yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap
sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik
sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai
shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)
Maka jelas
sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang sangat mulia dan
sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ancaman Atas
Sikap Buruk Kepada Tetangga
Disamping
anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman terhadap orang
yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap
menyakiti tetangga. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaL
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah,
tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu
wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari
bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)
Syaikh Ibnu
Utsaimin menjelaskan: “Bawa’iq maksudnya culas, khianat, zhalim dan jahat.
Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia bukanlah
seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah lagi.
Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau
perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang
membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata: ”Jadi, haram hukumnya
mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya,
maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana
sifat orang mukmin dalam masalah ini” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/178)
Bahkan
mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam dengan neraka.
Ada seorang sahabat berkata:
يا رسول الله! إن فلانة تصلي الليل وتصوم النهار، وفي لسانها شيء تؤذي جيرانها. قال: لا خير فيها، هي في النار
“Wahai
Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah
menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di
neraka’” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al Albani
dalam Shahih Adabil Mufrad 88)
Sebagaimana
Imam Adz Dzahabi memasukan poin ‘mengganggu tetangga’ dalam kitabnya Al Kaba’ir
(dosa-dosa besar). Al Mula Ali Al Qari menjelaskan mengapa wanita tersebut
dikatakan masuk neraka: “Disebabkan ia mengamalkan amalan sunnah yang boleh
ditinggalkan, namun ia malah memberikan gangguan yang hukumnya haram dalam
Islam” (Mirqatul Mafatih, 8/3126).
Bentuk-Bentuk
Perbuatan Baik Kepada Tetangga
Semua bentuk
akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga kita.
Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan
anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam :
لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ
“Bukan
mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR.
Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah 149)
Beliau juga
bersabda:
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ
“Jika engkau
memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu,
berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766)
Dan juga
segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam, menjenguknya
ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di
depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.
Jika
Bertetangga Dengan Non-Muslim
Dalam firman
Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang anjuran berbuat baik
pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul qurbaa
(tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan
tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan
kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan
kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al
Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah
Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
Anjuran
berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang
disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits
مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril
senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu
akan mendapat bagian harta waris”
Al ‘Aini
menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli
ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli
pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib
kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari,
22/108)
Demikianlah
yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:
أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنهسيورثه
“Beliau
menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan
aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi
berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa
menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan
mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)
Oleh karena
itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
Tetangga
muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak
tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
Tetangga
muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu:
hak tetangga, dan hak sesama muslim.
Tetangga
non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
“jika
tetangga kita tidak merasa nyaman maka jangan berharap ….
Agama Islam
bukanlah Agama Teori
Banyak orang
yang pintar dalam berkata kata mengenai islam namun dalam perilaku atau
perbuatannya adalah 0
Three in One
Ilmu – Iman
– Amal
Iman tanpa
Ilmu = Ikut – ikutan
Ilmu tanpa
Iman = Pincang
Amal tanpa
Ilmu dan Iman = Sia- sia
Allah
berjanji akan mengangkat orang orang yang berilmu pengetahuan
Allah
menyuruh kita untuk menasehati dengan cara yang baik
Ibadah
nadla adalah ibadah yang mempunyai ikatan atau aturan.
Contohnya
seperti : Shalat tepat pada waktunya, Shalat tepat pada rakaatnya ,
shalat tepat pada gerakan – gerakannya . dan lain- lainnya
Adapun
banyak hal lain yang tidak dapat dilanggar seperti halnya aturan aturan dalam
shalat yakni
-Shaum atau
Puasa
-Melihat
hilal dan hisab
-Zakat
-Haji
Kewajiban
Shalat tidak boleh di tinggalkan meskipun kita sedang sakit, adapun cara yang
bias kita lakukan agar tetap bisa melaksanakan shalat yakni
Apabila
tidak sanggup berdiri maka shalatlah dengan duduk
Apabila
tidak sanggup untuk duduk maka berbaringlah
Apabila
tidak sanggup dengan berbaring maka gunakanlah isyarat
Begitu
penting nya shalat sehingga tidak boleh kita tinggalkan.
Adapun
ketika kita dalam perjalanan dalam menentukan arah kiblat
Yakni dengan
mengikuti arah kendaraan yang tengah kita naiki atau tunggangi.
Ada
juga keringanan yang Allah berikan untuk musafir / atau orang orang yangsedang
dalam perjalanan sehingga tetap dapat melaksanakan shalat
Yakni dengan
jamak dan qashar.
“Ibadah
adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin)
maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur,
menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali
kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang
munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada
tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di
perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai
pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya
adalah termasuk bagian dari ibadah.
Sumber:
http://muslim.or.id/1677-memahami-pengertian-ibadah.html
Tidak Aku
ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu
(QS.
51(al-Dzariyat ): 56).
B. Jenis ‘Ibadah
Ditinjau
dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan
sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah
Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an
antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4
prinsip:
a.
Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika keberadaannya.
b.
Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء 64
Dan Kami
tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4:
64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر
Dan apa saja
yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka
tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan
haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري . خذوا عنى مناسككم .
Shalatlah
kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Jika
melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada,
yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.:
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه . عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة . رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ، اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد ص. وشر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu
penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena
kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ فدعوه . اخرجه مسلم
c. Bersifat
supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat,
adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan
ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan
ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan
rukun yang ketat.
d. Azasnya
“taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk
Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah
yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi
hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca
al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam (
Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz
al- Janazah
Rumusan
Ibadah Mahdhah adalah
“KA + SS”
(Karena
Allah + Sesuai Syari’at)
2. Ibadah
Ghairu Mahdhah, (tidak
murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara
hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a.
Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah
dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b.
Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya,
segala hal yang tidak dikerjakan rasulbid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah
hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat
rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika
menurut logika sehat, buruk, merugikan, danmadharat, maka tidak boleh
dilaksanakan.
d. Azasnya
“Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumusan
Ibadah Ghairu Mahdhah
“BB + KA”
(Berbuat
Baik + Karena Allah)
3. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari
semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah
itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul
wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke
arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat
dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke
sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang
diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya
(QS. 2: 144).
b. Tawhiedul
harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya
ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan
Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul
lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah
(diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya
hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia
mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari
sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca
terjemahannya bukan membaca al-Quran
0 komentar